Wednesday 3 December 2008

Tari Pendet


Tari Pendet merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa.

Tari yang tercipta awal tahun 70-an oleh seniman I Nyoman Kaler ini, menggambarkan penyambutan atas turunnya Dewa-Dewi ke alam Marcapada. Tarian ini merupakan sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti tarian-tarian pertunjukan yang memerlukan pelatihan intensif, tarian ini diajarkan sekadar mengikuti gerakan. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para perempuan yang lebih senior.

Tari Pendet dibawakan secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan setelah tari Rejang di halaman pura. Biasanya penari menghadap ke arah suci (pelinggih) mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya. Selain tari Pendet, di Bali ada beberapa jenis tari-tarian yang dibawakan para gadis atau perempuan dewasa untuk kelengkapan pelaksanaan kegiatan ritual atau upacara keagamaan.

Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi ‘ucapan selamat datang‘™. Taburan bunga disebarkan di hadapan para tamu sebagai ungkapan selamat datang. Meski demikian, tarian ini tetap mengandung muatan-muatan sakral dan religius.

Sebagaimana Pendet, tarian ini sifatnya feminin, karena menuntut gerakan-gerakan yang lemah gemulai seperti tarian Sanghyang Dedari, tari Rejang, Sutri dan tari Gabor. Tarian-tarian Bali yang dipentaskan untuk keperluan upacara keagamaan disebut tarian wali, sedang pementasan di luar pura disebut Balih-balihan.

Sumber : swaberita.com

Ketoprak di Jawa Tengah

Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer di Jawa tengah, namun terdapat juga di Jawa Timur. Masyarakat Jawa Tengah/Timur umumnya sangat mengenal Ketoprak. Seolah-olah Ketoprak menjadi satu dalam kehidupan masyarakat di Jawa tengah dan mengalahkan kesenian lainnya seperti Srandul, Emprak dan kesenian rakyat lainnya.

Ketoprak pada mulanya hanya merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung secara berirama diwaktu bulan purnama, dengan sebutan gejog. Kemudian ditambah dengan tembang (nyanyian) yang dilakukan bersama dengan orang kampung/desa yang sedang menghibur diri dan akhirnya ditambah dengan gendang, terbang dan suling, maka lahirlah Ketoprak Lesung, yang diperkirakan sekitar tahun 1887. Baru pada sekitar tahun 1909 untuk pertama kalinya dipentaskan Ketoprak yang berbentuk pertunjukan lengkap.

Ketoprak pertama yang secara resmi dipertunjukan di depan umum, ialah Ketoprak Wreksotomo, yang dibentuk oleh Ki Wisangkoro, dengan pemain semuanya pria. Cerita yang dipentaskan masih sangat sederhana yaitu dengan cerita : Warso - Warsi, Kendono Gendini, Darmo - Darmi, dan lain sebagainya.

Setelah itu perkembangan Ketoprak sangat maju dan digemari oleh masyarakat, terutama berkembang di daerah Yogyakarta. Perkembangan Ketoprak yang dimulai dari pertunjukan permainan lesung. Kemudian menjadi pertunjukan Ketoprak lengkap dengan cerita dan gamelan yang mengiringi, serta pengaruh - pengaruh teater bangsawan yang menyelinap ke tubuh pertunjukan Ketoprak, dapat disusun sebagai berikut :


a. Kotekan Lesung : sebagai asal mula dan benih untuk berkembang menjadi pertunjukan Ketoprak.

b. Ketoprak Lesung Mula : yaitu dikembangkan dari kotekan Lesung ditambah dengan tari-tarian dan dilengkapi dengan cerita yang sederhana. Kehidupan petani sehari-hari.

c. Ketoprak Lesung : sudah merupakan petunjukan lengkap dengan cerita-cerita rakyat dengan iringan gamelan sederhana gendang, suling, terbang dan lesung. Dari bentuk inilah sebenarnya pertunjukan Ketoprak lahir.

d. Ketoprak Gamelan : perkembangan dari Ketoprak Lesung, dilengkapi dengan cerita Panji ditambah dengan pakaian 'mesiran' (seribu satu malam).

e. Ketoprak Gamelan yang sampai sekarang : cerita-cerita yang dihidangkan kebanyakan adalah cerita Babad, yang paling populer sampai sekarang ini. Pertunjukannya meskipun di alam terbuka, namun sudah mulai mendekat ke Gedung/panggung, yaitu yang disebut Ketoprak Pendopo (dipertunjukan di depan 'Pendopo').

f. Ketoprak Panggung : merupakan perkembangan terakhir, yaitu pertunjukan Ketoprak yang dilakukan di panggung dengan cerita campuran, baik cerita rakyat, sejarah, babad maupun cerita-cerita adaptasi dari cerita luar (Sampek Eng Tay, Pencuri dari Bagdad dan lain sebagainya).

Yang banyak dibicarakan adalah Ketoprak panggung yang sampai sekarang masih dapat disaksikan dibeberapa daerah Jawa tengah dan Jawa timur. Ketoprak yang pada mulanya kesenian rakyat yang dipertunjukan di alam terbuka dengan tidak menggunakan perlengkapan dan panggung, tetapi pada perkembangannya justru dipentaskan dipanggunng dalam gedung, yang dengan sendirinya mengarah ke pertunjukan yang profesional, dimana para pemainnya hidup dari bermain Ketoprak dan para penontonnya membayar karcis. Hingga pertunjukan Ketoprak diusahakan agar lebih menarik para penonton baik dari segi teknis, maupun cerita-cerita yang dihidangkan agar tidak membosankan para penonton. Perkembangan terakhir dapat dilihat pada Ketoprak "Siswo Budoyo" Tulung Agung, Jawa timur yang berkembang pesat, penuh pembaruan teknis, dengan daya tarik yang memikat dan digemari masyarakat.

Cerita-cerita yang dihidangkan dalam Ketoprak Panggung ini sangat bervariasi, dari cerita rakyat, dongeng, babad, legenda, sejarah dan bahkan cerita-cerita dari luar yang diadaptasikan dalam suasana Indonesia, misalnya karya Shakespeare : Pangeran Hamlet atau Sampek Eng Tay. Dimulai dari cerita sederhana, seperti : Darmo - Darmi, Warso Warsi, Kendono, Gendini, Abdul Semararupi (cerita Menak), Panji Asmorobangun, Klana Sewandono (cerita Panji), Ande - ande Lumut, Angling Darmo, Roro Mendut, Damarwulan, Ronggolawe, Joko Bodo, dan lain sebagainya.

Cerita yang paling digemari adalah cerita yang bersifat kepahlawanan, perjuangan ke arah yang benar, dan menentang penindasan sewenang - wenang dan di akhiri bagi yang benar, jujur dan baik.

Pakaian (kostum) para pemain disesuaikan dengan cerita yang dibawakan, sesuai dengan kostum yang dipakai saat itu. Umumnya cerita ketoprak adalah pakaian resmi yang digunakan masyarakat waktu itu. Misalnya Pangeran Wiroguna, kostum yang dipakai adalah kostum resmi seorang pangeran daerah Jawa, begitu juga kostum yang digunakan prajurit . Namun ada juga kostum yang dibuat khusus yang bermakna simbolis dalam cerita, misalnya lewat warna simbolis pakaian yang digunakan. Misalnya tokoh bijaksana warna pakaian hitam, tokoh suci warna pakaiannya putih, sedangkan tokoh pemberani warna pakaiannya merah dan sebagainya. Kostum cerita-cerita sejarah Jawa, misalnya memakai pakaian kejawen. Untuk cerita seribu satu malam, pakaian yang digunakan banyak yang berkilauan, seperti sutra. Kostum semacam ini biasanya digunakan untuk yang disebut gaya 'mesiran' dan ini sangat populer dan menarik perhaian para penontonnya. Kostum yang dipakai oleh Wayang orang pun mempengaruhi kostum Ketoprak, terutama Ketoprak pesisran sebelah utara Jawa. Hal ini dapat di lihat pada cerita Angling Darmo, Menak Jinggo/Damarwulan.

Disamping itu belakangan muncul apa yang dinamakan pakaian basahan, yaitu semacam pakaian kejawen tetapi dicampur dengan lainnya, yaitu terdiri dari kain batik, baju beskap dan serban (sering juga dengan jubah). Pakaian basahan ini dipakai dalam cerita Menak atau cerita para wali. Jika tidak dengan jubah pakaian tersebut mirip dengan pakaian abdi golongan ulama di dalam istana raja.

Alat ekspresi yang digunakan dalam pertunjukan Ketoprak yang merupakan ciri-ciri Ketoprak adalah adanya unsur/elemen : cerita yang dimainkan, tabuhan (gamelan) yang mengiringi, tembang (nyayian) yang digunakan, tarian (gerak-gerak indah yang dipergunakan), busana/pakaian (Kostum).

Seperti umumnya teater tradisi di Indonesia selalu menggunkan media ungkap laku dan dialog, gerak dengan tarinya, suara dan bunyi (musik) yang mengiringi, suara disini dengan tembang (nyanyian/menyanyi) semuanya diungkapkan secara terpadu dan digunakan semuanya. Pertunjukan Ketoprak yang masih mengikuti pakem dan pola lama dalam menyajikan cerita, Ketoprak tersebut selalu menggunakan tembang (nyanyi) dan tari disamping selalu menggunakan iringan musik (gamelan).

Tembang merupakan salah satu ciri Ketoprak lama dan sering juga dalam berdialog menggunakan tembang. Oleh karena itu tembang mempunyai fungsi sebagia pengiring adegan, untuk berdialog, untuk monolog (berbicara sendiri) dan/atau sebagai penjeritaan (narasi).

Sedangkan musik (gamelan) disamping mengiringi tembang, juga dapat berdiri sendiri, berfungsi sebagai : pengiring adegan, ilustrasi penggambaran suasana cerita, memberi tekanan dramatik, penyekat adegan yang satu dengan yang lain, digunakan untuk menimbulkan efek suara yang dikehendaki.

Peralatan musik tradisi digunakan yang paling sederhana ialah : Kendang, saron, ketuk, kenong, kempul dan gong bumbung atau gong kemada. Sedangkan apabila lengkap digunakan gamelan biasa dengan tambahannya suling atau terbang. Hal ini mengingatkan kita bahwa pada saat Ketoprak masih dalam mula perkembangannya, yaitu saat Ketoprak Lesung, perlengkapan musik tradisi yang digunakan adalah : lesung, kendang, suling dan terbang, ditambah keprak.

Ketoprak menggunakan tembang sebagai salah satu cara untuk menyampaikan ekspresinya. Oleh karena itu pemain ketoprak diharapkan tidak hanya pandai berakting saja tetapi juga harus pandai bernyanyi dan menari. untuk pemain gamelan, perlu adanya sinden (waranggono) apabila diperlukan untuk menimbulkan suasana. Penyanyi yang khusus untuk mengiringi gamelan dalam pertunjukan Ketoprak.

Dalam permainan ketoprak masalah bahasa atau cara menyampaikan bahasa tersebut, sangat memperoleh perhatian. Meskipun yang digunakan bahasa Jawa namun harus diperhitungkan masalah "unggah-ungguh" bahasa. Dalam bahasa Jawa ada tingkat-tingkat bahasa yang digunakan yaitu bahasa Jawa biasa (sehari-hari), kemudian ada bahasa kromo (untuk yang lebih tinggi) dan ada bahasa kromo inggil (untuk tingkatan yang lebih tinggi). Bahasapun harus diperhatikan, yaitu apa yang disebut bahasa ketoprak, bahasa halus yang spesifik. Dalam berdialog perlu sangat diperhatikan. Apabila pertunjukan akan menggunakan bahasa Indonesia, harus dipikirkan bahasa yang cocok dengan bahasa ketoprak, meskipun dengan bahasa Indonesia.

Sumber : /bb.1asphost.com

Tari Barong

Tari Barong adalah tarian khas Bali yang berasal dari khazanah kebudayaan Pra-Hindu. Tarian ini menggambarkan pertarungan antara kebajikan (dharma) dan kebatilan (adharma). Wujud kebajikan dilakonkan oleh Barong, yaitu penari dengan kostum binatang berkaki empat, sementara wujud kebatilan dimainkan oleh Rangda, yaitu sosok yang menyeramkan dengan dua taring runcing di mulutnya.

Ada beberapa jenis Tari Barong yang biasa ditampilkan di Pulau Bali, di antaranya Barong Ket, Barong Bangkal (babi), Barong Gajah, Barong Asu (anjing), Barong Brutuk, serta Barong-barongan. Namun, di antara jenis-jenis Barong tersebut yang paling sering menjadi suguhan wisata adalah Barong Ket, atau Barong Keket yang memiliki kostum dan tarian cukup lengkap.

Kostum Barong Ket umumnya menggambarkan perpaduan antara singa, harimau, dan lembu. Di badannya dihiasi dengan ornamen dari kulit, potongan-potongan kaca cermin, dan juga dilengkapi bulu-bulu dari serat daun pandan. Barong ini dimainkan oleh dua penari (juru saluk/juru bapang): satu penari mengambil posisi di depan memainkan gerak kepala dan kaki depan Barong, sementara penari kedua berada di belakang memainkan kaki belakang dan ekor Barong.

Secara sekilas, Barong Ket tidak jauh berbeda dengan Barongsai yang biasa dipertunjukkan oleh masyarakat Cina. Hanya saja, cerita yang dimainkan dalam pertunjukan ini berbeda, yaitu cerita pertarungan antara Barong dan Rangda yang dilengkapi dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti Kera (sahabat Barong), Dewi Kunti, Sadewa (anak Dewi Kunti), serta para pengikut Rangda.

Keistimewaan Tari Barong terletak pada unsur-unsur komedi dan unsur-unsur mitologis yang membentuk seni pertunjukan. Unsur-unsur komedi biasanya diselipkan di tengah-tengah pertunjukan untuk memancing tawa penonton. Pada babak pembukaan, misalnya, tokoh kera yang mendampingi Barong membuat gerakan-gerakan lucu atau menggigit telinga lawan mainnya untuk mengundang tawa penonton.

Sementara itu, unsur mitologis terletak pada sumber cerita yang berasal dari tradisi pra-Hindu yang meyakini Barong sebagai hewan mitologis yang menjadi pelindung kebaikan. Unsur mitologis juga nampak dalam pembuatan kostum Barong yang bahan dasarnya diperoleh dari kayu di tempat-tempat yang dianggap angker, misalnya kuburan. Unsur mitologis inilah yang membuat Barong disakralkan oleh masyarakat Bali. Selain itu, Tari Barong juga seringkali diselingi dengan Tari Keris (Keris Dance), di mana para penarinya menusukkan keris ke tubuh masing-masing layaknya pertunjukan debus.

Sumber : wisatamelayu.com

Tuesday 2 December 2008

Batik

Definisi batik secara umum yang telah disepakati pada saat konvensi batik Internaional di Yogyakarta pada tahun 1997 adalah proses penulisan gambar atau ragam hias pada media apapun dengan menggunakan lilin batik (wax) sebagai alat perintang warna. Bilamana prosesnya tanpa menggunakan lilin batik maka tidak bisa dinamakan batik, dan dikatakan tekstil bermotif batik.

Bilamana dilihat dari sisi fungsi dan kegunaan, kain batik ataupun tekstil bermotif batik tidak ada bedanya, begitupula bila dilihat dari sisi ekonomi keduanya adalah bagian dari bisnis yang sangat menjanjikan dan dapat mendatangkan keuntungan bagi seluruh masyarakat. Harga batik yang asli relatif lebih mahal maka dengan sendirinya bagi sebagian masyarakat yang tingkat ekonominya rendah tidak akan terjangkau untuk membeli kain batik. Maka dengan banyak beredarnya kain tekstil bermotif batik, untuk masyarakat kelas menengah ke bawah akhirnya bisa mengenakan busana bermotif batik.

Untuk mengetahui perbedaan antara batik dan tekstil bermotif batik tersebut ada tips yang bisa membantu cara memilih kain batik sbb:

  1. Kain Batik

1. Pada umumnya bahan dasar yang digunakan adalah terbuat dari serat alam atau serat selulosa atau serat yang dihasilkan dari binatang.
2.
Gambar pada kain batik biasanya sebagian akan tembus hingga pada bagian belakang kain.
3.
Bau kain batik akan tercium aroma lilin.
4.
Detail gambar pada kain batik relatif lebih sederhana bilamana dibandingkan dengan tekstil bermotif batik.
5.
Harga kain batik relatif lebih mahal dan jumlahnya terbatas.
6.
Bentuk ragam hias atau ornamen pada sehelai kain batik terkadang tidak ada kesamaan yang tepat antara motif yang satu dengan yang lainnya, sekalipun secara proses kain batik tersebut dibuat dengan teknik batik cap.
7.
Kain batik jarang kita temui dalam bentuk kemasan gulungan. Biasanya kain batik dikemas dalam bentuk lipatan atau dibungkus satu persatu atau set.

  1. Tekstil Bermotif Batik (Sablon atau Print)

1. Pada umumnya bahan dasar yang digunakan adalah terbuat dari serat polyester walaupun ada juga yang terbuat dari kain katun, kain rayon, kain rami dan kain sutra seperti halnya pada kain batik.
2.
Gambar pada kain tekstil bermotif batik (sablon) biasanya tidak akan tembus hingga pada bagian belakang kain.
3.
Kain sablon tidak tercium bau lilin dan hampir tidak ada aroma apapun.
4.
Detail gambar pada kain sablon relatif lebih halus dan lebih lengkap bilamana dibandingkan dengan kain batik.
5.
Harga kain sablon relatif lebih murah, serta jumlah produksinya biasanya lebih banyak hal ini ditempuh agar biaya untuk pembuatan film/plat atau pembuatan screen sablon bisa tertutupi (break event point), karena biaya pembuatan film cukup mahal, sehingga bila diproduksinya sedikit maka dengan sendirinya harga kain akan sama mahalnya dengan kain batik.
6.
Bentuk ragam hias atau ornamen pada lembaran kain sablon sudah pasti akan banyak kesamaannya dan tepat antara motif yang satu dengan yang lainnya.
7.
Kain sablon bisa kita temui dalam bentuk gulungan.

Sumber : Berbagai sumber

Monday 1 December 2008

WAYANG GOLEK

WAYANG GOLEK adalah sebuah bentukan wayang tradisional seni Sunda, Jawa Barat. Tidak seperti wayang kulit yang biasa ditemui di daerah Jawa lainnya dan Bali, wayang ini terbuat dari kayu, sebuah objek tiga dimensi dan tidak menggunakan layar. Digunakan batang pohon pisang untuk tempat berdirinya wayang-wayang, di mana di belakangnya duduk seorang dalang yang ditemani sekelompok penabuh gamelan (nayaga) di mana jumlahnya bisa mencapai 20 orang. Para nayaga itu dikomandoi oleh dalang dengan memberikan tanda-tanda ketukan (kecrek) sesuai dengan keadaan cerita yang sedang berlangsung.

Biasanya pertunjukkan wayang golek memakan waktu selama 6 jam pada malam hari, disaksikan para penonton dari segala kalangan. Awal mulanya pertunjukkan wayang digelar untuk acara syukuran, berterima kasih atau memohon perlindungan atas panen atau dari gangguan hal-hal jahat. Namun sekarang digelar pada acara khitanan atau pernikahan atau bahkan acara ulang tahun perusahaan atau instansi. Pertunjukkan wayang golek menjadi acara sosial seperti sebuah bazaar di mana di sekitar tempat acara selalu dipenuhi oleh para pedagang makanan atau aksesoris maupun alat-alat rumah tangga, dan para penonton bisa datang dan pergi sesukanya, melihat atau mendengar dari berbagai arah sudut pandang. Mereka menikmati adegan bodoran atau lawakan, di mana sering dipertontonkan aksi-aksi gila dan sindiran-sindiran yang diperagakan dalang.

Ada yang menyebutkan bahwa wayang berasal dari India. Hal ini tidak begitu benar, karena wayang itu adalah kebudayaan asli Indonesia (Jawa). Wayang, berasal dari kata Wa dan Hyang yang artinya nenek moyang. Namun ada juga yang menganalisa bahwa kata wayang berasal dari kata bayang. Cerita-ceritanya mengambil dari buku-buku agama Hindu, yakni dari Ramayana dan Mahabrata. Meskipun mengambil dari buku-buku tersebut, namun oleh para seniman Sunda sebagian dikurangi dan ditambah, supaya selaras dengan kebudayaan Indonesia (Islam). Dikarenakan adanya perubahan tersebut tentu akan menyimpang dari cerita asalnya.

Enam jam pertunjukkan wayang golek tidak menceritakan keseluruhan cerita. Bahkan dalam satu pertunjukkan terkadang diambil hanya sebagian kecil dari keseluruhan cerita dan terdapat banyak cerita di dalam cerita. Terkadang dibuat cerita-cerita baru (sempalan), tetapi tetap pada jalur karakter aslinya (pakem). Setelah cerita baru itu dipertontonkan selama beberapa tahun, terkadang menjadi bagian dari cerita asli di mana dalang-dalang yang lainnya juga mempertontonkan cerita tersebut. Alur cerita wayang golek seperti pohon dimana selanjutnya banyak cabang-cabang cerita dari alur cerita keseluruhan sesungguhnya.

Di Indonesia banyak masyarakat mengenal beberapa tipe karakter wayang dengan melihat dari ukuran, warna, bentuk mata dan hidungnya, dan cara dia berjalan, bicara, menyanyi, menari dan berkelahi. Sebuah bentuk karya seni yang tinggi dan terus tumbuh berkembang dengan pesat, menampilkan simbol filosofi di dalamnya untuk semua kalangan, kaya dan miskin, politisi, artis dan lain sebagainya.

Sumber : wayanggolek.net

Sunday 30 November 2008

ANGKLUNG

Siapa tak mengenal Angklung? Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia yang berasal dari tataran Sunda. Terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan dengan nada musik berasal dari getaran. Konon awal terciptanya, angklung dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh dengan subur. Namun seiring berjalannya waktu, angklung akhirnya menjadi salah satu kesenian tradisional kebanggaan masyarakat Sunda.

Sekilas memandang angklung sebagai instrument kesenian, mungkin generasi muda saat ini tidak menganggapnya sebagai permainan musik modern. Genre musik barat seperti Hip Hop, R&B, Soul, Alternative, lebih terkenal di kalangan anak muda ketimbang alat musik dari bambu ini. Kuno. Itu lah satu kata yang terlintas dalam benak mereka, padahal pada kenyataannya alat musik tradisional ini telah menjelajah mancanegara dengan segudang prestasinya yang gemilang. Tak kenal maka tak sayang. Pepatah lama itu berlaku terhadap musik tradisional ini. Generasi muda Indonesia saat ini kurang mengenal bahwa musik angklung pun dapat memainkan rhytme modern dengan menampilkan lagu-lagu pop barat terkenal seperti I have a dream-nya Westlife ataupun Musik Klasik-nya Mozart.

Salah satu komunitas yang konsisten melestarikan peninggalan budaya ini adalah Saung Angklung Udjo yang terletak di Jl. Padasuka 118 Bandung, Jawa Barat. Sang pencetus dan pembuat sanggar sering disapa Mang Udjo Ngalagena, sehingga sanggarnya terkenal dengan nama Saung Angklung Udjo. Mulai dari pertunjukan musik bambu yang dinamis-atraktif, pagelaran kesenian Jawa Barat seperti Wayang Golek, Rampak Kendang, Pencak silat, Sendratari, Drama Sunda, Tari Topeng khas Kacirebonan, hingga cara pembuatan alat-alat musik bambu (angklung) tersedia di sanggar seni Udjo ini.

Oleh : Hilda Perbatasari

Sumber : explore-indo.com

Wednesday 26 November 2008

Mamanda dari Kalimantan Selatan

1. Asal-Usul

Teater rakyat Mamanda merupakan kesenian asli Suku Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Teater ini telah dibawa oleh rombongan bangsawan Malaka pada tahun 1897 M. Kesenian tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Badamuluk. Seiring perkembangan zaman, sebutan untuk kesenian ini berkembang menjadi Bamanda atau Mamanda.

Istilah “Mamanda” berasal dari kata “mama” yang berarti “paman atau pakcik” dan kata “nda” sebagai morfem terikat yang berarti “terhormat”. Jika digabung, Mamanda berarti “paman yang terhormat”. Kata paman merupakan kata sapaan dalam sistem kekerabatan masyarakat Banjar. Sapaan ini juga berlaku untuk orang yang dianggap seusia atau sebaya dengan ayah atau orang tua. Kata ini juga sering digunakan oleh seorang sultan ketika menyapa mangkubumi atau wazirnya dengan sebutan “mamanda mangkubumi” atau “mamanda wazir”. Kata Mamanda juga sering digunakan dalam syair-syair Banjar.

Ada dua aliran dalam Mamanda, yaitu:
Aliran Batang Banyu. Aliran ini dipentaskan di perairan atau sungai sehingga disebut dengan istilah Mamanda Batang Banyu. Aliran yang juga disebut Mamanda Periuk dan berasal dari Margasari ini merupakan cikal bakal Mamanda.
Aliran Tubau (lahir pada tahun 1937 M). Aliran yang berasal dari Desa Tubau Rantau ini merupakan perkembangan baru dari Mamanda yang kini justru sangat terkenal. Aliran ini berkembang pesat di Kalimantan Selatan. Dalam pementasannya, cerita yang diangkat tidak bersumber dari syair atau hikayat, namun dikarang sendiri dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Struktur pertunjukannya masih seperti teater pada umumnya, yang dimulai dari ladon atau konom, sidang kerajaan, dan cerita. Pementasan aliran ini tidak mengutamakan musik atau tari, namun lebih mengutamakan bagaimana isi ceritanya. Aliran ini biasanya dipentaskan di daratan sehingga juga dikenal dengan sebutan Mamanda Batubau.

Teater Mamanda ternyata tidak hanya berkembang di Kalimantan Selatan, namun juga berkembang pesat di Kutai, Kalimantan Timur, Indonesia. Sebagaimana akan dibahas di bagian akhir, Mamanda juga berkembang di Kecamatan Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, Indonesia. Sebagai informasi singkat, perkembangan Mamanda di Tembilahan tidak terlepas dari sejarah eksodus sebagian masyarakat Banjar ke daerah itu.

2. Bentuk-Bentuk Kesenian Mamanda

Secara khusus, berikut ini dijelaskan ciri-ciri pakaian khas Banjar yang digunakan oleh para pemainnya, yaitu sebagai berikut:

1. Sultan
Sultan mengenakan seluar bersirit tepi, yaitu baju yang disulam dengan manik-manik. Di bagian tengah tutup kepala dihiasi dengan bulu burung putih sebagai mahkota sultan.

2. Perdana Menteri
Busana yang digunakan perdana menteri hampir sama dengan busana sultan. Hanya saja, perdana menteri tidak menggunakan mahkota, bahkan kadang tidak menggunakan tutup kepala sama sekali.

3. Wazir
Wazir biasanya mengenakan pakaian dalam yang lebih panjang dari pakaian luarnya. Ia mengenakan penutup kepala yang tidak bersegi, alias bulat.

4. Panglima Perang
Panglima perang mengenakan baju bermanik-manik, yang dilengkapi dengan senjata pedang. Di bahunya diselendangkan teratai yang terbuat dari benang emas. Tutup kepalanya berupa laung, bahkan kadang mengenakan topi polisi saja.

5. Harapan I dan Harapan II
Harapan I dan harapan II mengenakan baju dalam dan baju luar yang mirip dengan baju koboi, namun dengan ada sedikit manik-maniknya. Mereka berdua menggunakan senjata dan penutup kepala.

6. Putri
Putri mengenakan kebaya atau kadang baju kurung yang dilengkapi dengan mahkota di kepalanya.

7. Raja Jin
Raja jin biasanya mengenakan topeng. Jika tidak ada, ia juga bisa membedaki wajahnya dengan arang atau kapur yang dicampur denga pewarna merah kesumba.

8. Penyamun
Penyamun mengenakan sebuah topi yang mirip dengan topi dalam pementasan teater di Barat. Di samping itu, ia juga mengenakan kacamata berwarna hitam.

9. Anak Muda
Anak muda mengenakan kemeja putih dengan dasi kupu-kupu warna hitam.

Sumber: melayuonline.com

Tari Kecak di Bali

Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar[1], melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.

Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.

Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.

Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.

REOG PONOROGO

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok Warok dan Gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog dipertunjukkan . Reog adalah salah satu bukti budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

Sejarah Reog Ponorogo

Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bra Kertabumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.

Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya. Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan tariannya .

Sumber : wikipedia.org